Responsive image

Mendorong Konsolidasi Bank Kecil

Fathya Nirmala Hanoum | Article | Monday, 15 February 2021

Awal tahun 2021 menja di angin segar bagi Bank Permata yang ki ni telah resmi bersan ding dengan tujuh bank lainnya dalam jajaran Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) IV di Indonesia, setelah mendapat konfirmasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 21 Januari 2021. Bank dengan aset mencapai lebih dari Rp 160 triliun ini masuk dalam ja jaran bank besar BUKU IV muara dari dukungan akuisisi oleh Bangkok Bank pada tahun 2020. Bank BUKU IV merupakan klasifikasi tertinggi dalam pelaksanaan kegiatan usaha perbankan, sesuai dengan POJK Nomor 6 Tahun2016 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank. Bank BUKU IV telah dapat melakukan seluruh ke giatan usaha perbankan baik dalam rupiah maupun valuta asing (valas). Meskipun jumlah bank di Indonesia sangat banyak, saat ini di Indonesia masih belum banyak bank yang masuk ke dalam klasifikasiBank BUKU IV. Menurut data OJK per November 2020, dari 110 bank umum yang beroperasi di Indonesia, 67% di antaranya merupakan bankbank kecil yang masuk dalam ka tegori Bank BUKU I dan II. Sedangkan bank BUKU IV hanya berjumlah 8 bank atau tak lebih dari 6% dari total keseluruhan bank. Akan tetapi dengan jumlah yang kecil ini, Bank BUKU IV dapat menguasai hampir 60% aset perbankan nasional. Besarnya jumlah bank kecil bu kan tanpa masalah. Selama ini bank-bank kecil memiliki masalah-masalah klasik yang belum terselesaikan. Di antaranyaada lah sulitnya menghimpun da na masyarakat dan tingginya ra sio gagal bayar/non-performing loan (NPL) dan suku bunga kredit. Bank-bank kecil harus mematok suku bunga deposito atau simpanan yang tinggi agar bisa bersaing dengan bank besar sehingga dana masyarakat dapat masuk ke kas mereka. Dampak dari kebijakan tersebut yang langsung terasa adalah pada tingkat suku bunga kredit yang ikut tinggi pula. Untuk mengurangi beban bunga, bank-bank ke cil ini harus meningkatkan pen dapatan bunga melalui penda patan dari bunga kredit. Belum lagi para debitur bank-bank kecil ini memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan bank besar, sehingga NPL bisa naik kapan saja. Ditambah pandemi ini memperburuk bisnis bank-bank kecil. Tingkat efisiensi bank yang tercermin dalam BOPO (beban operasional pendapatan operasional) meningkat selama pandemi. Bahkan nilai BOPO bank BUKU I mencapai 102,56%, yang mengisyaratkan bahwa beban operasional kegiatan usahanya lebih besar dari pendapatan bank tersebut. Hal ini kemudian menggerus NIM bank tersebut. Tercatat pada Oktober 2020, NIM Bank BUKU I dan II turun masing-masing 0,18% dan 0,29% dari tahun 2019 lalu menjadi 4,68% dan 4,52%. Tidak hanya itu, kelompok bank-bank kecil yang masuk dalam klasifikasi BUKU I dan II mengalami permasalahan penurunan keuntungan. Pada November 2020 saja pertumbuhan laba bank BUKU I dan II terkontraksi masing-masing sebesar 155% dan 16% (yoy). Nilai ini jatuh lebih dalam dibandingkan dengan Bank BUKU III dan IV. Melihat memburuknya kondisi bank kecil ini maka diperlukan langkah-langkah penguatan kinerja bank kecil, sa lah satunya melalui kebijakan konsolidasi. Konsolidasi menjadi Solusi Kebijakan konsolidasi merupakan bentuk upaya mewujudkan industri perbankan yang kuat dan efisien. Selain itu, konsolidasi di ambil oleh otoritas perbankan untuk mengantisipasi masalah sistemik yang dapat timbul di masa depan. Apalagi konsolidasi juga sudah terdapat dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Akan tetapi, konsolidasi perbankan yang diharapkan dalam API belum berdampak signifikan. Sejak diluncurkan tahun 2006 lalu jumlah bank umum di Indonesia mencapai 130 perusahaan. Setelah 14 tahun berlalu, jumlah bank umum hanya berkurang 20 perusahaan. Nilai ini masih jauh dari target penurunan bank sebanyak 35-50 perusahaan. Melihat struktur perbankan Indonesia yang masih banyak dan didominasi oleh bank-bank kecil, penyegeraan konsolidasi perbankan juga menjadi salah satu solusi untuk mengurangi jumlah bank yang begitu banyak. Memang bukan perkara mudah agar mendorong bank-bank kecil ini melakukan konsolidasi, baik dalam bentuk merger maupun akuisisi. Apalagi bank-bank kecil ini sudah mempunyai pangsa pasar tersendiri. Hanya saja jika ingin bank bisa melanjutkan bisnis dalam jangka panjang, maka pemilik bisnis bank kecil seharusnya memiliki visi untuk melakukan konsolidasi. Pilihan konsolidasi dapat dilakukan melalui akuisisi dan merger untuk penyehatan dan penguatan industri perbankan. Salah satu contoh yakni konsolidasi Bank Dinar oleh Bank OKE Indonesia dalam bentuk merger pada tahun 2019. Sebelumnya Bank Oke Indonesia telah terlebih dahulu diakuisisi pada 2016 oleh Apro Financial Co Ltd, perusahaan yang berbasis di Korea Selatan. Kon solidasi ini menaikkan status bank tersebut menjadi BUKU II dan peningkatan aset sebesar lebih dari 300% pada tahun 2019 dibandingkan dengan tahun 2016. Pada akhirnya, krisis pandemic menjadikan konsolidasi perbankan menjadi sebuah keniscayaan. Bank kecil perlu menyadari hal ini. Gagal berkonsolidasi berarti menambah risiko yang telah disebutkan di atas. Kondisi yang ti dak diinginkan oleh bank kecil, bukan?