Responsive image

Mudik, Konektivitas Dan Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas

| Press Release | Wednesday, 19 June 2019

Pada 12 Juni 2019, CORE Indonesia menyelenggarakan acara CORE Economic Forum di Hotel Morissey, Menteng. Jakarta. Acara ini mengetengahkan pembahasan tentang pentingnya konektivitas dalam memacu pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Acara tersebut dihadiri oleh Menteri Perhubungan Republik Indonesia, Ir. Budi Karya Sumadi selaku keynote speaker, serta sejumlah pembicara yakni Professor Wihana Kirana Jaya, PhD (Staf Khusus Menteri Perhubungan Bidang Ekonomi dan Investasi Transportasi); Rosan Roeslani, MBA (Ketua Umum KADIN); Ir. Ellen Sophie Tangkudung, MSc (Universitas Indonesia); Mega Iskanti (Entrepreneur Muda); serta Hendri Saparini, PhD (Ekonom dan Pendiri CORE Indonesia). 

Pada kesempatan tersebut, Menteri Perhubungan menyampaikan bahwa beragamnya moda transportasi yang dipakai untuk melakukan aktivitas mudik telah berkembang dengan pesat dan menjadi lokomotif yang mampu mendorong perkembangan perekonomian daerah. Pembangunan infrastruktur memang tidak boleh meninggalkan daerah-daerah terpencil dan terluar. Tol laut, misalnya, tidak bisa dipisahkan dari pembangunan wilayah Indonesia bagian timur.

Beliau juga menyampaikan bahwa pengelolaan mudik sangat menyita perhatian masyarakat luas dan telah menjadi salah satu indikator kehadiran pemerintah. Ada banyak kemajuan dalam pelaksanaan mudik tahun ini, meskipun masih terdapat kekurangan yang harus menjadi perhatian. Sebagai contoh, pembangunan tol Jakarta-Surabaya memiliki peran dalam kelancaran mudik dalam dua tahun terakhir.
Beliau juga menekankan pentingnya pemerintah menyerap aspirasi masyarakat termasuk dari kalangan milenial untuk mengoptimalkan pemanfaatan dari pembangunan infrastruktur. Dengan demikian, pembangunan infrastruktur dan perbaikan konektivitas dapat benar-benar mendorong kegiatan ekonomi masyarakat, menstimulasi pusat-pusat pertumbuhan baru, serta mengefisienkan biaya logistik untuk peningkatan daya saing ekonomi.

Pada kesempatan yang sama, pengamat transportasi sekaligus akademisi Universitas Indonesia, Ellen Sophie Tangkudung mengungkapkan bahwa selain pembangunan infrastruktur transportasi dalam bentuk hard infrastructure yang sudah digalakkan pemerintah (seperti perluasan dan peningkatan kualitas jalan, kereta api, pelabuhan, dan bandara) perlu didukung oleh penyediaan moda transportasi publik yang memadai. Pasalnya, selama ini transportasi publik masih didominasi oleh sektor swasta sementara penyediaan oleh pemerintah, meskipun sudah mengalami perbaikan, masih sangat terbatas. Indonesia patut mencontoh negara-negara seperti Tiongkok yang memiliki biaya logistik yang sangat efisien. Hal ini tentu tidak bisa dilepaskan dari kebijakan pemerintah yang menyediakan sarana transportasi umum secara masif dan berkelanjutan, dan pada saat yang sama mampu mengurangi permintaan penggunaan dan kepemilikan kendaraan pribadi khususnya yang berbahan baku fosil. 

Pembangunan infrastruktur transportasi dalam bentuk hard infrastructure juga perlu diimbangi dengan perbaikan soft infrastructure dalam bentuk pengelolaan sistem transportasi serta memperkuat infrastruktur informasi dan komunikasi yang mendukung kegiatan transportasi (e-ticketing dan logistik). Disamping itu, penegakan regulasi secara tegas juga perlu ditingkatkan, seperti menghilangkan penyalahgunaan rest area untuk menginap dan pembatasan jumlah penumpang moda transportasi umum seperti bus dan kapal laut agar tidak overload. Manajemen mudik juga perlu mengakomodasi arus orang dan arus barang secara berimbang mengingat keduanya merupakan bagian yang sama pentingnya seperti kebutuhan industri dan sektor perdagangan pada bahan baku yang bersifat kontinyu. Pemerintah juga perlu mengantisipasi perkembangan inovasi model transportasi yang terus berkembang seperti model virtual logistics  yang mengadopsi konsep ojek online agar dapat memberikan kepastian usaha bagi para investor.

Sementara itu, Profesor Wihana Kirana Jaya menyatakan bahwa konektivitas mengharuskan adanya trust dari masyarakat. Salah satunya adalah regulasi mudik sebagai rule of the game, mulai dari pengaturan penggunaan moda transportasi, penetapan tarif, dan sebagainya. Profesor Wihana juga menekankan pentingnya peningkatan kualitas konektivitas dalam menjamin kelancaran proses produksi yang akan menjadi katalis pembangunan ekonomi, tidak hanya di perkotaan tetapi juga pedesaan. Perbaikan konektivitas juga akan mempercepat barang dan jasa, mengurangi inefisiensi, membangun transportasi masal, sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.


Perbaikan konektivitas yang membantu kelancaran mudik juga memperkuat kembali modal sosial yang dimiliki oleh para perantau, yakni keterikatan antara perantau dengan kerabat dan masyarakat di daerah asalnya. Penguatan modal sosial ini memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi daerah, khususnya daerah-daerah yang menjadi tujuan pemudik.


Perbaikan konektivitas pada beberapa tahun terakhir juga diamini oleh Ketua Kadin, Rosan Roeslani. Menurutnya, dunia usaha telah menikmati pembangunan konektivitas yang selama ini dilakukan oleh pemerintah, termasuk peningkatan budget pembangunan yang juga ikut meningkatkan pendapatan pelaku usaha swasta. Selain itu, kemajuan konektivitas membuat pelaku mudik menjadi lebih nyaman. Lebih dari itu, dampak terbesar bagi bisnis adalah turunnya biaya logistik dan meningkatnya daya saing ekonomi. Ia berharap agar peningkatan infrastruktur juga didukung oleh peningkatan anggaran untuk membangun SDM, di antaranya melalui pendidikan, financial inclusion, fintech, dan program-program yang bersifat jangka panjang.

Perbaikan konektivitas menurutnya perlu ditunjang oleh perbaikan iklim investasi di daerah sehingga ada manfaat timbal balik yang dapat dirasakan antar daerah. Sebagai contoh program tol laut masih belum memberikan manfaat yang seimbang antara wilayah Barat dan Timur. Jika load factor kapal dari Jawa ke Papua dapat mencapai 99%, maka untuk rute sebaliknya hanya hanya 10%. Dengan peningkatan investasi di wilayah Indonesia bagian timur diharapkan dapat meminimalisir persoalan tersebut.
Terakhir, Ketua Umum KADIN menyampaikan bahwa keterlibatan swasta dalam investasi di daerah perlu didukung oleh pemberian insentif oleh pemerintah khususnya dalam bentuk fiskal. Terlebih lagi investasi untuk daerah-daerah yang infrastrukturnya minim, perlu diberikan insentif lebih besar dibandingkan dengan daerah yang kondisi infrastrukturnya lebih baik.

Sebagai pengusaha muda sekaligus pengguna moda transportasi, Mega Iskanti mengungkapkan bahwa peningkatan minat milenial untuk melakukan kunjungan wisata tidak dapat dilepaskan dengan semakin membaiknhya konektivitas nasional. Ia mencontohkan bahwa kemajuan informasi digital telah menjadi sumber bagi milenial mendorong peningkatan pengetahuan daerah yang mendorong peningkatan kunjungan wisata. Selain kondisi infrastruktur yang semakin baik membuat perjalanan semakin efisien. Selain itu, pembangunan infrastruktur juga telah mendorong majunya ekonomi di kawasan sekitarnya. Pembangunan Trans-Flores, misalnya, telah meningkatkan kunjungan wisata, mendorong pembangunan restoran, hotel, rental, dan pusat oleh-oleh di daerah tersebut. Meskipun demikian, ia memberikan sejumlah catatan bahwa masih banyak lokasi-lokasi wisata yang perlu mendapatkan perhatian dari pihak pemerintah khususnya dari sisi konektivitas.

Sementara itu, Hendri Saparini menyampaikan bahwa fenomena mudik merupakan tradisi di banyak negara, bukan hanya di negara-negara berkembang seperti Indonesia, Malaysia, atau Tiongkok, namun juga di negara-negara maju seperti Jepang dan Korea Selatan. Artinya, tradisi mudik tetap dipertahankan di banyak negara tersebut, tanpa dipengaruhi oleh tingkat perekonomian negara tersebut.
Di Indonesia, peningkatan jumlah pemudik dalam waktu yang bersamaan khususnya pada momen hari raya Idul Fitri berdampak pada lonjakan penggunaan moda transportasi baik angkutan pribadi maupun angkutan umum setiap tahunnya. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya kepadatan dan kemacetan, yang mengurangi efektifitas dan efisiensi dalam mobilitas orang dan barang.

Meskipun demikian, menurut pendiri Core Indonesia ini, berbeda dengan negara-negara lain yang lebih dominan memanfaatkan transportasi umum, tradisi mudik di Indonesia masih sangat bergantung pada penggunaan kendaraan pribadi baik motor maupun mobil. Dengan kata lain, mudik tidak hanya mengakibatkan perpindahan orang dalam skala besar, namun juga perpindahan kendaraan secara masif ke daerah tujuan mudik. Memang ada faktor sosial budaya yang mendorong pemudik membawa serta kendaraan pribadi, misalnya dorongan untuk memamerkan kesuksesan di perantauan kepada para kerabat di daerah asal. Meski demikian, persoalan tersebut sebenarnya juga disebabkan oleh kurang memadainya sarana transportasi publik di daerah tujuan.

Hendri Saparini menambahkan bahwa tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan mudik memiliki dampak ekonomi yang sangat besar. Menurut data bank Indonesia, pada tahun 2019, jumlah uang tunai yang disiapkan oleh otoritas moneter tersebut mencapai Rp217 triliun, naik dari tahun lalu yang mencapai Rp188 triliun. Perputaran uang yang cukup besar tersebut terutama di daerah-daerah yang menjadi tujuan mudik merupakan potensi ekonomi yang sangat besar.  Selain itu, kehadiran para pemudik dengan berbagai latar belakang dapat berkontribusi lebih besar untuk ikut memajukan daerahnya. Sayangnya, selama ini potensi tersebut hanya bersifat jangka pendek, dan belum mampu memberikan dampak yang lebih jangka panjang dan berkelanjutan dengan mendorong kegiatan investasi di kampung halaman.


Oleh karena itu, diperlukan berbagai terobosan agar sumber daya itu dapat dimaksimalkan pemanfaatannya sehingga dapat memberikan kontribusi dalam memperbaiki beberapa persoalan ekonomi di negara ini seperti tingkat kesenjangan ekonomi di Jawa dan Luar Jawa khususnya di kawasan timur Indonesia yang masih sangat tinggi.  Salah satu langkah yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah adalah menyelenggarakan event-event investasi seperti Lebaran Investment Fair yang menghimpun berbagai kalangan dengan berbagai latar belakang terutama para pemoda dan pelaku usaha untuk  mendukung kegiatan investasi di daerah tersebut. Beberapa hal dapat dilakukan seperti mengembangkan industri lokal yang memiliki keunggulan komparatif berupa bahan baku, memberdayakan masyarakat yang memiliki keahlian yang berbasis budaya lokal, serta pengembangan industri kecil seperti peningkatan kualitas produksi oleh-oleh di daerah tersebut.

Hendri Saparini juga mengungkapkan bahwa pembangunan infrastruktur transportasi yang sudah digalakkan oleh pemerintah untuk meningkatkan konektivitas antar wilayah perlu didukung oleh perencanaan yang terintegrasi antar pemangku kepentingan, sehingga dapat memberikan dampak yang optimal dalam jangka panjang. Perencanaan terintegrasi tersebut mencakup penetapan prioritas pengembangan industri-industri tertentu. Sebagai contoh, produksi komoditas perkebunan dan pertambangan harus ditetapkan dengan jelas mengenai jumlah produksinya, target pasar ekspor dan domestiknya, industri pendukung yang harus dikembangkan, termasuk infrastruktur yang dibutuhkan untuk mencapai target-target tersebut.

Di akhir pernyataannya ia mengungkapkan bawa upaya untuk mewujudkan hal-hal tersebut dibutuhkan optimisme dan kolaborasi antar berbagai pemangku kepentingan baik pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat secara luas. Pemerintah tentunya berperan sebagai lokomotif untuk memperkuat partisipasi berbagai pemangku kepentingan dan mempercepat tercapainya pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas. []