Responsive image

Menakar Opsi Pelebaran Defisit Anggaran

| Article | Monday, 27 May 2019

Belum lama ini diskusi terkait pelebaran defisit anggaran pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) kembali menghangat. Dalam diskusi terbaru defisit anggaran diusulkan tidak dipatok 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) namun dibuat lebih fleksibel. Defisit Anggaran diusulkan boleh melebihi 3% terhadap PDB dalam 1 tahun namun secara rata-rata dalam 5 tahun defisit tetap harus berada di angka 3% terhadap PDB.


Sebagai informasi, aturan mengenai defisit anggaran diatur dalam Undang-Undang no 17/tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Aturan ini mengadopsi salah satu poin perjanjian Maastricht (Maastricht Treaty) yang mengatur batasan defisit anggaran dan batasan utang. Kalau defisit anggaran dibatasi maksimal 3% terhadap PDB jumlah utang selama 1 tahun berjalan tidak boleh melebihi 60% terhadap PDB. perjanjian Maastricht juga kerap dijadikan rujukan internasional untuk mengukur defisit anggaran dan batas utang.

Meski demikian, banyak hal yang dapat dikritik dari aturan batasan rasio defisit anggaran pada perjanjian Maastricht. Salah satunya tidak adanya batasan atas dalam defisit yang boleh dipergunakan untuk menjalankan kebijakan fiskal counter cyclical ketika perekonomian sebuah negara membutuhkan stimulus untuk pertumbuhan yang lebih baik. Di sisi lain, banyak yang menganggap bila rasio defisit anggaran suatu negara mendekati angka 3% maka negara tersebut berada dalam ambang kebangkrutan. Padahal tidak seperti itu.


Dorong Ekonomi

Menurut Keen (2001) defisit anggaran dalam tataran teoritis dapat diartikan penciptaan uang di masa mendatang. Hal ini bisa terjadi jika defisit anggaran diperuntukkan untuk mendorong aktivitas ekonomi di masa mendatang. sebagai ilustrasi, jika defisit anggaran dipergunakan untuk membangun infrastruktur saat ini maka di masa mendatang ketika infrastruktur telah selesai dibangun maka pemerintah dapat menggali potensi pajak yang ditimbulkan dari aktifitas ekonomi infrastruktur yang sudah di bangun.


Maka tidak heran, beberapa negara justru melebarkan defisitnya dengan tujuan menstimulus pertumbuhan ekonomi,  salah satunya Vietnam. Pada tahun 2010-2012 pertumbuhan ekonomi Vietnam menglami penurunan dari 6,4% (2010) menjadi 5,2% (2012), pemerintah Vietanm kemudian memutusukan untuk melebarkan defisit anggaran mereka dari 2% terhadap PDB menjadi 3,4%. Alhasil pertumbuhan ekonomi secara bertahap naik menjadi 5,4% pada tahun 2013 dan 5,9% di akhir tahun 2014.


Dengan argumen pendukung dan bukti empiris diatas, haruskah Indonesia mengadopsi kebijakan pelonggaran defisit APBN dalam jangka waktu dekat? Nanti dulu! Beberapa hal perlu dipertimbangkan sebelum Indonesia memilih opsi pelonggaran defisit anggaran pada kebijakan fiskalnya.
Salah satu pertimbangan utama yaitu masih rentannya struktur pembiayan anggaran. Saat ini defisit anggaran banyak dibiayai dengan menerbitkan Surat Utang Negara (SUN).  Di sisi lain, kepemilikan asing pada SUN mencapai 40% sehingga pembiayaan anggaran sangat rentan terhadap sudden capital outflow (keluarnya aliran modal secara tiba-tiba).


Jika sudah begini pemerintah akhirnya harus menigkatnya imbal hasil (yield) pada SUN untuk menjaga daya tarik investor. Peningkatan yield SUN umumnya harus direspon oleh swasta dengan meningkatkan imbali hasil yang lebih tinggi agar dapat bersaing dengan SUN sehingga cost of fund untk ekspansi swasta menjadi lebih mahal.

Belum lagi, masalah crowding out effect yang bisa ditimbulkan akibat kebijakan fiskal ekspansif efek dari pelebaran defisit anggaran. Nantinya pihak swasta sulit mendapatkan pembiayaan karena likuditas yang banyak terserap ke SUN yang diterbitkan pemerintah. Berangkat masalah diatas, 2 hal yang perlu dipersiapkan jika pemerintah ingin mengadopsi pelonggaran defisit anggaran. Pertama, memperdalam likuditas di dalam negeri. hal ini penting untuk menghindari crowding out effect yang dihasilkan dengan semakin membesarnya porsi SUN  yang dikeluarkan pemerintah. Salah satunya caranya ialah memastikan transmisi kebijakan moneter dapat menggenjot peredaran likuditas di masyarakat.


Disamping itu, langkah mengedukasi masyarakat terkait instrumen keuangan yang dapat digunakan untuk menabung dan berinvestasi juga perlu ditingkatkan untuk menambah likuditas dari dalam negeri. Selain menambah likuditas, langkah ini juga dapat menambah porsi masyarakat Indonesia dalam instrumen investasi SUN sehingga menghurangi kerentanan terjadinya sudden capital outflow.

Kualitas Belanja


Kedua, memperbaiki kualitas belanja anggaran. Selama lima tahun terakhir rata-rata realisasi belanja modal pada APBN hanya  mencapai 11% jauh dibawah belanja rutih yang mencapai 12% ataupun belanja bunga utang yang mencapai 17%. Padahal belanja modal dapat memberikan efek mulitplier yang lebih besar ke perekonomian. Pelebaran defisit anggaran yang tidak dibarengi dengan perbaikan kualitas belanja anggaran hanya akan menjadi beban belanja yang tidak produktif.


Pada akhirnya, wacana pelebaran defisit anggaran membutuhkan kordinasi dari berbagai pemangku kepentingan untuk menjalankan opsi pelebaran defisit anggaran. Tanpa kerjasama yang baik, alih-alih berdampak pada pertumbuhan ekonomi, opsi pelebaran defisit anggaran hanya akan menambah masalah baru pada perekonomian Indonesia.


Artikel ini ditulis oleh Yusuf Rendy Manilet, Peneliti CORE Indonesia dan diterbitkan di harian Bisnis Indonesia (Kamis, 23 Mei 2019)