Responsive image

Reformasi Perlindungan Sosial #1

CORE Indonesia | Core Insight | Thursday, 02 April 2015

Meluruskan Mitos & Kesalahpahaman dalam Perlindungan Sosial

Perlunya meluruskan mitos dan kesalahpahaman dalam perlindungan sosial. Mitos dan kesalahpahaman yang sering timbul dalam perlindungan sosial ialah perlindungan sosial menciptakan ketergantungan masyarakat terhadap bantuan, perlindungan sosial menyebabkan kurangnya perhatian terhadap masalah penyediaan dan kualitas, perlindungan sosial terlalu mahal bagi negara berpenghasilan rendah, dan perlindungan sosial akan mematikan sistem perlindungan informal yang telah berkembang di masyarakat.

Program Perlindungan Sosial harus Terintegrasi

Sekarang, telah terdapat lebih dari 140 kegiatan bantuan sosial yang diimplementasikan oleh 15 Kementerian, dengan anggaran sebesar Rp 90 Triliun. Namun, tidak ada integrasi antara program satu dengan lainnya, dan anggaran yang dikeluarkan relatif masih lebih kecil dibanding rata-rata negara berkembang lainnya. Diperlukan peningkatan anggaran dengan perbaikan disain kebijakan.

Kualitas dan Cakupan Data

Pemerintahan Jokowi-JK masih menggunakan basis data yang sama dengan basis data yang dimiliki oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) di Pemerintahan SBY-Boediono. 

Meskipun basis data tersebut sudah merupakan capaian yang baik, namun masih terdapat beberapa kelemahan yang perlu diperbaiki yaitu dalam hal akurasi, kemutakhiran, maupun metodologi pengumpulan data.

Adapun kelemahan metodologi pengumpulan data antara lain:

1. Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) adalah sample survey, bukan sensus yang lengkap. Sehingga, PPLS hanya mencakup beberapa kelompok masyarakat.

2. PPLS hanya menangkap masyarakat yang memiliki alamat fisik. Implikasinya, PPLS tidak dapat menyasar mereka yang tidak memiliki rumah (homeless) dan masyarakat yang sangat melarat.

3. PPLS tidak secara terus menerus diperbarui, survey terakhir dilakukan pada tahun 2011.

Desain Kebijakan Perlindungan Sosial

Kedepan, perlu memperluas cakupan penerima dan manfaat dari perlindungan sosial. Memperluas program perlindungan sosial melalui pendekatan siklus hidup, dan mengikutsertakan kelompok spesifik seperti masyarakat difabel, anak-anak yatim-piatu ataupun yang terkena penyakit lainnya (kurang beruntung sejak lahir), dan kelompok masyarakat lainnya yang termasuk dalam kategori rentan.

Terintegrasi dalam Kebijakan Makroekonomi

Pengalaman berbagai negara menunjukkan bahwa perlindungan sosial dapat mendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif, mengurangi ketimpangan pendapatan, dan mendorong stabilitas politik.Untuk itu, perlindungan sosial harus menjadi investasi yang berlangsung secara terus menerus.

Dana bantuan sosial mesti diposisikan sebagai kebijakan yang berkelanjutan (jangka panjang) yang terintegrasi dengan kebijakan makroekonomi secara keseluruhan, tidak hanya sebagai dana talangan yang bersifat sementara, misalnya sebagai dana kompensasi yang menyertai kebijakan subsidi energi.

Dukungan Kebijakan Lain

Belajar dari pengalaman negara-negara yang telah berhasil mengurangi kemiskinan dan kesenjangan secara besar-besaran, keberhasilan bukan hanya ditentukan oleh kebijakan yang ditujukan untuk mengurangi kemiskinan ataupun hasil dari program-program yang menargetkan penduduk miskin.

Akan tetapi, berasal dari kombinasi kebijakan yang memiliki tujuan ekonomi, sosial, dan politik yang lebih luas dan diterapkan secara komprehensif. 

Tanpa ada dukungan dari kebijakan lain, program-program perlindungan sosial akan sulit mencapai hasil yang diharapkan