Responsive image

Awas, Bahaya Investasi Crypto

Piter Abdullah Redjalam | Article | Thursday, 20 May 2021

Masyarakat Indonesia bahkan global, khususnya milenial, mendadak gandrung investasi koin crypto. Tanpa pemahaman yang cukup dalam, mereka menanamkan uangnya pada berbagai jenis koin crypto.

Sebagian dari mereka adalah yang kecewa karena menderita kerugian bermain saham dan kemudian memutuskan keluar mencari bentuk investasi lain yang lebih menguntungkan.

Mereka melihat potensi keuntungan yang luar biasa besar di koin crypto. Pergerakan harga koin crypto memang sangat menjanjikan keuntungan. Bayangkan, ada koin crypto yang naik ribuan persen hanya dalam hitungan bulan. Investasi satu juta rupiah bisa menghasilkan keuntungan belasan miliar.

Sangat bisa dipahami kalau kemudian banyak orang yang tertarik beralih menjadi investor koin crypto. Tapi di balik potensi keuntungan yang luar biasa menarik itu sesungguhnya tersimpan risiko yang juga sangat besar. Masyarakat yang ingin berinvestasi pada koin crypto seharusnya memahami terlebih dahulu secara mendalam, apa sebenarnya koin crypto. Sehingga mereka mengetahui tidak hanya potensi keuntungan tetapi juga risikonya.

Tanpa Underlying Value

Koin crypto pertama kali diciptakan dengan tujuan menjadi uang (currency) yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran. Penciptaan uang crypto berbeda dengan penciptaan uang yang selama ini kita kenal, yang dicetak dan diedarkan secara sentralistik oleh sebuah bank sentral.

Rupiah misalnya, dicetak dan diedarkan oleh Bank Indonesia (BI) berdasarkan Undang-Undang yang berlaku (Pencetakan uang Rupiah kemudian oleh Bank Indonesia di serahkan kepada Perum Peruri). Karena dicetak dan diedarkan BI berdasarkan undang-undang, maka yang bertangung jawab menjaga nilai rupiah adalah BI.

Dalam rangka menjaga nilai rupiah, BI senantiasa memantau perkembangan jumlah uang rupiah yang beredar. Jangan sampai melebihi jumlah yang dibutuhkan oleh perekonomian sehingga nilai rupiah jatuh dan merugikan masyarakat. BI juga menjaga agar tidak terjadi pemalsuan uang rupiah.

Di semua negara, uang dijaga oleh bank sentral yang menciptakannya. Oleh karena itulah uang mendapatkan kepercayaan. Uang yang dicetak dan diedarkan oleh bank sentral memiliki underlying value.

Tidak demikian dengan uang crypto. Uang crypto diciptakan tidak secara sentralistik melainkan terdesentralisasi. Artinya uang crypto diciptakan oleh masyarakat itu sendiri dengan menggunakan teknologi blockchain, yang kemudian disebut sebagai penambangan atau mining.

Beberapa uang crypto sudah dibatasi jumlah atau nilai uang yang akan diciptakan. Sebagai contoh, penciptaan Bitcoin dibatasi hanya 21 juta keping dan saat ini sudah berhasil ditambang oleh masyarakat global sebesar 18,7 juta keping. Sementara uang crypto lainnya ada yang tidak dibatasi jumlah dan nilai uang yang akan diciptakan. Contohnya adalah Dogecoin.

Nilai uang crypto tercipta berdasarkan hukum supply dan demand (permintaan dan penawaran). Dengan supply yang terbatas, setiap kenaikan demand akan menyebabkan kenaikan nilai uang crypto. Sebaliknya ketika demand turun, uang crypto juga akan menurun.

Sekaligus hal ini menyiratkan, uang atau koin crypto yang saat ini nilainya luar biasa tinggi, bisa saja suatu saat tak lagi bernilai. Ketika itu terjadi, tidak ada satupun pihak yang akan bertanggung jawab. Kenaikan nilai uang crypto saat ini lebih didorong oleh endorsement beberapa tokoh atau perusahaan raksasa dunia.

Dogecoin misalnya. Koin ini, yang awalnya hanya merupakan koin crypto lelucon, mendapatkan kenaikan nilai dikarenakan endorsement Elon Musk. Pemilik Tesla itu berulang kali “mem pompom” Dogecoin yang kemudian diikuti oleh jutaan investor di seluruh dunia. Hasilnya, harga Dogecoin yang sesungguhnya tidak memiliki nilai, terbang tinggi hingga ribuan persen.

Apabila nanti Elon Musk tidak lagi memberikan endorsement-nya dan kemudian para investor besar menjual Dogecoin yang mereka miliki, Dogecoin akan kehilangan semua nilainya. Tidak akan ada pihak yang bertanggung jawab. Tinggal para investor kecil yang meratapi kerugiannya. Dogecoin sebagaimana koin crypto lainnya tidak memiliki underlying value.

Investasi Ilegal

Uang atau koin crypto awalnya ditujukan sebagai alat pembayaran.Namun sebagian besar negara di dunia menolak kehadiran uang crypto. BI sejak awal melarang penggunaan uang crypto sebagai alat pembayaran di Indonesia.

BI bersandar kepada ketentuan Undang- Undang yang menyatakan seluruh transaksi di Indonesia wajib menggunakan mata uang rupiah.

Tidak berhasil menjadi alat pembayaran, uang crypto kemudian beralih menjadi sarana investasi. Hal ini di Indonesia tidak lepas dari izin yang diberikan oleh Bappebti untuk memperdagangkan uang  crypto sebagai komoditas. Diperlakukannya uang crypto sebagai komoditas sesungguhnya sangat tidak tepat. Komoditas adalah sesuatu yang riil, yang memiliki underlying value. Contoh sederhananya adalah emas. Komoditas emas jelas wujudnya, dan jelas dari mana nilainya. Demikian juga dengan komoditas lain seperti karet, kopi, atau nikel. Tapi Dogecoin?

Dalam penjelasan sebelumnya kita tahu Dogecoin tidak memiliki underlying value dan oleh karena itu tidak tepat diperlakukan sebagai komoditas.

Di sisi lain, kalau bicara tentang investasi, seluruh produk investasi seharusnya memenuhi ketentuan Undang-Undang Investasi dan Peraturan Pasar Modal. Produk investasi yang tidak memenuhi ketentuan Undang- Undang Investasi dan Peraturan Pasar Modal seharusnya disebut sebagai produk investasi yang ilegal. Otoritas Jasa Keuangan yang memba wahi seluruh pasar keuangan ter masuk pasar modal seharusnya se gera mengevaluasi uang atau koin crypto sebagai produk investasi.

Apabila uang atau koin crypto tidak memenuhi ketentuan UU Investasi dan Peraturan Pasar Modal, OJK harus menyatakannya sebagai produk ilegal. Dengan demikian, masyarakat yang masih tetap melakukan investasi pada uang atau koin crypto menyadari bahaya yang mereka hadapi. Apabila suatu saat gelembung investasi crypto meletus, semua uang/koin crypto kehilangan nilainya, para investor tidak boleh mengeluh apalagi menyalahkan OJK atau pemerintah. Kita tunggu langkah selanjutnya dari OJK.