Responsive image

Tantangan dan Peluang E-commerce

| Article | Monday, 15 February 2016

Perkembangan teknologi dan informasi saat ini hampir menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia. Sektor bisnis merupakan salah satu sektor yang banyak mengalami transformasi dari kemajuan teknologi dan informasi, khususnya internet. Revolusi digital dalam bisnis kemudian memunculkan e-commerce, mekanisme bisnis secara elektronik yang memfokuskan pada transaksi bisnis dengan menggunakan internet sebagai media pertukaran barang ataupun jasa.

Tidak ada yang meragukan bahwa e-commerce merupakan salah satu industri yang perkembangannya sangat cepat. Laporan World Trade Organization (WTO) bertajuk e-commerce In Developing Countries  menunjukkan pesatnya perkembangan e-commerce. Dua puluh lima tahun lalu, hanya kurang dari tiga juta penduduk dunia yang menggunakan internet, sementara aplikasi e-commerce belum ditemukan saat itu. Tidak sampai satu dekade kemudian, pengguna internet telah mencapai 300 juta orang, dan sekitar satu dari empat orang telah melakukan pembelian online dari situs perdagangan elektronik.

Indonesia pun tidak lepas dari pesatnya perkembangan e-commerce. Jika ditelusuri ke belakang,  keberadaan e-commerce di negeri ini bermula pada tahun 1996 melalui situs sanur.com yang merupakan toko buku online pertama di Indonesia, yang kemudian disusul dengan situs astaga.com, mandirionline.com, satunet.com dan beberapa situs lainnya. Sayangnya, krisis moneter pada tahun 1998 kemudian meredam perkembangan bisnis e-commerce di Indonesia.

Belakangan ini perkembangan e-commerce di Indonesia kembali menyita perhatian. Dimulai dengan bermunculannya situs jejaring sosial seperti facebook dan twitter yang kemudian dimanfaatkan oleh penggunanya untuk melakukan transaksi jual beli online. Sebagai contoh, mamahamil.com yang sejak 2009 menawarkan perlengkapan untuk ibu hamil melalui facebook, berhasil mendapatkan klien yang cukup besar. Setelah itu, muncul kaskus, situs komunitas online terbesar di Indonesia yang juga menawarkan jasa jual beli online.

Berkembangnya e-commerce dalam beberapa tahun terakhir tidak terlepas dari beberapa faktor pendukung seperti peningkatan pengguna internet, khususnya penduduk usia muda, peningkatan pembeli digital online, serta market size Indonesia yang memang besar. Diprediksi potensi perdagangan elektronik di Indonesia dapat mencapai nilai USD 25-30 miliar.

Perdagangan elektronik di Indonesia yang menunjukkan tren peningkatan bukannya tanpa kendala. Beberapa kendala yang menghambat perkembangannya antara lain ketimpangan akses internet di Pulau Jawa dan di luar Jawa, infrastruktur jaringan internet yang masih belum memadai, masih rendahnya pengunaan internet banking, dan juga faktor keamanan transaksi online. Belum selesai penyelesaian kendala e-commerce di dalam negeri, industri ini juga masih akan dihadapkan pada era persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Dengan mulai berlakunya MEA, industri e-commerce tentu mempunyai tantangan dan juga peluang tersendiri. Salah satu tantangan untuk industri e-commerce adalah pajak e-commerce. Beberapa waktu lalu, muncul wacana untuk menerapkan pajak tambahan untuk e-commerce. Sontak wacana ini banyak ditentang oleh para pebisnis e-commerce. Beberapa di antaranya bahkan mengancam akan memindahkan usahanya ke Singapura.

Menurut kami penerapan pajak e-commerce perlu dilakukan secara bertahap dan tidak terburu-buru, apalagi jika dilihat banyak dari usaha e-commerce di Indonesia saat ini merupakan usaha yang baru dirintis (start—up) dan berada dalam fase pengembangan. Saat ini pengenaan pajak e-commerce masih mengacu ke surat edaran direktur jendral pajak nomor SE-62/PJ/2013. Namun kedepannya objek pajak untuk industri e-commerce berpotensi untuk bertambah mengingat kompleksitas transaksi bisnis e-commerce. Maka dari itu, penerapan pajak e-commerce perlu terus dikomunikasikan dengan pelaku industri ini agar nantinya pajak yang dikenakan tidak menjadi hambatan industri e-commerce Indonesia untuk bersaing dengan negara ASEAN lainnya.

Tantangan kedua adalah belum adanya roadmap pengembangan e-commerce di Indonesia. Wacana roadmap e-commerce sudah ramai dibicarakan namun penyusunannya belum juga rampung sampai dengan saat ini. Padahal jika berbicara persaingan antar sesama negara ASEAN, Singapura sudah menyusun master plan e-commerce sejak 1998. Master plan ini muncul dari visi Singapura dalam membangun teknologi dan informasi pada tahun 1980.

Sebelum master plan e-commerce, perkembangan informasi teknologi (IT) di Singapura telah melalui beberapa fase pengembangan IT mulai dari penggunaan di pemerintahan, masyarakat secara keseluruhan, hingga fase yang menjadikan Singapura sebagai salah satu negara IT hub di Asia. Artinya perkembangan e-commerce di Singapura sudah ditopang oleh perkembangan teknologi dan informasi yang begitu mapan. Roadmap pengembangan e-commerce diharapkan tidak hanya mengatur investasi di Industri ini, ataupun keamanan transaksi jual beli online, namun juga dapat mendorong perkembangan teknologi dan informasi di Indonesia.  

Selain tantangan, MEA juga dapat dimanfaatkan untuk mendorong  investasi pembangunan jaringan. Dalam buku Membidik Peluang Masyarakat Ekonomi ASEAN yang diluncurkan oleh CORE Indonesia, dijelaskan bahwa selama ini para pemain over the top (OTT) atau penyedia layanan online seperti mesin pencari, instant messenger, serta jejaring sosial mengeruk keuntungan lewat internet tanpa menanamkan investasi untuk membangun jaringan di Indonesia. Padahal investasi jaringan secara tidak langsung akan mendorong industri e-commerce menjadi lebih maju. Pesatnya perkembangan e-commerce di Indonesia dan adanya liberalisasi ASEAN seharusnya bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan posisi tawar Indonesia untuk melakukan mediasi sharing profit dengan praktisi OTT, seperti Google, Facebook,path, dll.

Berlakunya MEA membawa konsekuensi pada bebasnya lalu lintas perdagangan barang, jasa, tenaga kerja serta investasi. Hal ini di satu sisi berpotensi membanjirnya produk e-commerce dari negara tetangga ke pasar Indonesia, namun di sisi lain juga dapat mendorong bisnis e-commerce tanah air merambah negara ASEAN lainnya. Oleh karenanya, diperlukan kerjasama yang matang dari para pemangku kepentingan agar tantangan e-commerce tidak menjadi penghalang industri ini bersaing di pentas Masyarakat Ekonomi ASEAN.

 

Artikel ini ditulis oleh Yusuf Rendy Manilet. (Peneliti CORE Indonesia) dan di muat pada harian Kontan pada hari Senin 15 Februari 2016.